Nasruddin, SH., MH
LS, Sultra – Terkait kasus Jaksa Penuntut Umum (JPU) Walk Out dari ruang persidangan pasca kasus PT Midi Utama Indonesia menuai sorotan, termasuk praktisi hukum asal Sulawesi Tenggara Nasruddin,.S.H., M.H., memiliki pandangan yang berbeda dalam kasus dugaan korupsi perizinan PT Midi Utama Indonesia.
Dalam kasus dugaan korupsi perizinan PT Midi Utama Indonesia melibatkan Ridwansyah Taridala, Syarif Maulana, dan Sulkarnain Kadir.
Saat ditanya mengenai pendapatnya soal kasus dugaan korupsi PT Midi Utama Indonesia, Nasruddin.,S.H.,M.H., selaku praktisi hukum mengatakan bahwa harus dilihat dulu pasal yang didakwakan.
“Pasal yang diterapkan pasal berapa, kalau perkara ini ada beberapa orang maka dalam dakwaan itu harus ada pasal 55 atau pasal 56, karena mendakwa orang menguraikan peristiwa locus dan tempus kemudian apa yang dilakukan oleh orang-orang yang didakwa itulah ditentukan pada bagian akhir, misalnya si A melanggar pasal sekian ternyata lebih dari satu orang akan ada pasal 55,” jelas Nasruddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/11/2023).
Nasruddin juga menjelaskan mengenai Pasal 55 yang tidak digunakan pada perkara Sulkarnain Kadir.
“Di perkara Ridwansyah Taridala dan Syarif ada pasal 55 ayat 1 Ke 1 KUHP, kenapa di perkara Sulkarnain Kadir tidak ada pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, padahal perkara split,” jelasnya
Advokat senior itu pun menuturkan bahwa kalau pasal 55nya hilang bagaimana mau membuktikan.
“Dengan tidak adanya pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dakwaan itu kabur, seharusnya eksepsi PH harus dikabulkan, hanya saja saya melihat pengadilan tidak mengabulkan eksepsi PH supaya jaksa tidak malu, tidak dianggap profesional, jadi dari sisi mana hakim berat sebelah kepada terdakwa?” ucapnya penuh tanya.
Menurut Nasruddin jika eksepsi pengacara dikabulkan pasti akan malu.
“Harusnya ketika dieksepsi kabulkan saja eksepsi pengacara, mungkin Hakim untuk supaya Jaksa ini tidak hilang mukanya, maka ditolaklah eksepsinya, bersyukurlah sama hakim dia tidak terbitkan putusan sela itu bahwa dakwaan itu kabur, sehingga dipersidangan membuat suatu pola seolah-olah mereka itu memenuhi aturan hukum padahal kemudian ada yang dia langgar hukumnya,” Kata Nasruddin
Bukan hanya itu Nasruddin menegaskan bahwa orang hukum membalas sesuatu dengan analisa hukum.
“Orang hukum membalas sesuatu dengan unsur-unsur hukum bukan membalas itu dengan perbuatan lainnya, bukan dengan aksi anarkis apalagi tendang pintu sudah contempt of court, nah gimana kalau di kantornya saya disidik, lalu saya keluar dari kantornya yang saya tendang pintu pasti dia tidak suka, bagaimana dengan pengadilan tempat itu harus dihargai hakim saja dipanggil yang mulia,” tegas Nasruddin.
Ketika ada saksi yang mencabut keterangannya dalam persidangan itu sah-sah saja kata Nasruddin
“Kalau ternyata ada saksi-saksi yang mencabut keterangannya di persidangan itu wajar dan sah tidak ada larangan untuk mencabut karena boleh jadi pada saat proses penyidikan dia merasa tertekan, hakim menjatuhkan putusan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di dipersidangan dan itu sangat jelas aturannya kan,” katanya.
Dengan lugas Nasruddin mengatakan bahwa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan merupakan fakta hukum.
“Yang terungkap di persidangan itu menjadi fakta hukum, fakta-fakta yang terungkap itulah yang menjadi pertimbangan hukum bagi hakim apakah benar orang ini melakukan perbuatan yang sebagaimana dengan dakwaan atau tidak, lalu kemudian ada satu unsur yang tidak terpenuhi harus bebas karena mendakwa orang kemudian memutus orang harus penuh semua analisis-analisis dalam dakwaannya di pasal itu,” ujar Nasruddin.
“Untuk pertama apakah setiap orang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di persidangan. Misalnya namanya si A ternyata cocok tapi unsur lagi, unsur berikutnya harus dikaji kembali, kalau dia bilang ada gratifikasi atau ada pemerasan siapa yang menyerahkan uang siapa yang meminta uang, lalu dibilang orang menyerahkan uang kemudian apakah uang itu menjadi barang bukti kan tidak ada bicara uang, bicara dengan pemerasan barang bukti, mana uangnya sita uangnya jadi apa yang di gratifikasikan, jangan orang setelah mencabut keterangannya tidak setuju lantas Walk out itu sama dengan menghina pengadilan, content of court, boleh juga d tafsirkan menghalang-halangi penyelesaian perkara di pengadilan,” tambahnya.
Menurutnya ada forum-forum lain yang dapat dilakukan jika tidak sepakat dengan putusan majelis hakim.
“Katakan dihukum kalau tidak setuju ajukan banding, silakan kau banding atau kasasi kan ada aturannya, sekarang kita balik kalau tidak setuju putusan kau kasasi tidak usah ribut-ribut di persidangan, biasanya orang yang ribut-ribut itu yang rendah IQnya rendah pemikirannya, makanya arogansi yang muncul,” tutur Nasruddin.
Saat di tanya masalah dugaan penghinaan pengadilan, Nasruddin mengatakan itu juga bisa di tafsirkan menghalangi proses penyelesaian perkara.
“Iya masuk penghinaan terhadap pengadilan dia juga menghalangi proses penyelesaian perkara karena dia tidak mau datang sidang padahal di kejaksaan itu masih banyak orang-orang cerdas, sekarang kalau udah bebas di kasasi lagi maki-maki Mahkamah Agung, menggunakan cara-cara panggil orang demo di Mahkamah Agung merasa tertekan sehingga dia harus balik keputusan itu kan bukan mau menegakkan hukum,” terangnya.
“Hanya orang-orang yang berjiwa kerdil seperti itu orang yang punya kemampuan kenapa tidak menghadapi, buktikan apa yang perlu kau buktikan, dakwaan membuktikan bahwa orang ini bersalah pengacara membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah masing-masing ajukan bukti, jalani saja kalau mau terlihat profesional, berapa banyak jaksa yang saya sudah temui santai-santai mereka karena dia punya kemampuan,” sambung Nasruddin.
Nasruddin menambahkan bahwa kadang-kadang isi BAP di copy paste.
“Kan jelas itu pasal 185 ajukan pertanyaan sebagaimana keinginan jangan lantas lagi di dalam tuntutan itu bukan fakta sidang yang dibikin dalam keterangan saksi tapi mau-maunya dia, ya ikuti saja BAP padahal yang harusnya fakta persidangan berdasarkan berita acara persidangan seperti yang tercantum dalam tulisan panitera pengganti, kadang-kadang di BAP saja yang di copy paste cari keterangan persidangan dituntutan itu yang tidak bagus,” imbuhnya Nasruddin.
Saat dimintai tanggapan mengenai ketua majelis di ganti, Nasruddin bilang bahwa harusnya jaksanya juga diganti.
“Kalau yang walk out itu, ganti juga jaksanya, main fair hakim diganti Jaksa diganti ya sudah kenapa takut, kalau mau jalankan aturan,” ujarnya.
Menurut Nasruddin, ada indikasi kesalahan pada dakwaan sehingga ada dugaan lempar batu ke pengadilan.
“Berdasarkan dugaan saya, saya menduga ada kesalahan dalam dakwaan, kemungkinan bebas kan kita orang hukum sudah tahu, ya buatlah masalah lemparlah batu itu ke pengadilan memang pengadilan itu tidak tahu, jangan begitu kita menzolimi orang apalagi sesama institusi negara sama-sama penegak hukum, tinggal kemampuan masing-masing, saya katakan seperti itu karena ada dugaan kesalahan dalam dakwaan, tegakkanlah aturan dengan caranya jangan kemudian mencoretkan ini sangat memalukan di Sulawesi Tenggara ada yang wolk out, jangan dikira bahwa walk out itu baik, justru kita malu dengan cara-cara seperti itu,” terangnya.
Nasruddin.,S.H.,M.H., juga bilang bahwa Pasal 185 (1) KUHAP berbunyi, “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”.
“Dugaan penghinaan itu adalah Kategori contemp of court, penghinaan terhadap pengadilan, jika tidak mau menghadiri sidang bisa juga di kategorikan menghalangi proses penyelesaian di pengadilan, jangan mencoreng wibawa pengadilan ini casu aparat penegak hukum,” tegas Nasruddin.
Soal vonis bebas di Pengadilan Negeri (PN) menurut Nasruddin masih ada ruang-ruang seperti kasasi dan lain.
“Kalau perkara bebas di PN, silahkan kasasi, jangan suatu perkara di bebaskan di PN lantas hakimnya dianggap berat sebelah lantas maki-maki hakim, jika kemudian putusan dikuatkan Mahkamah Agung, apakah hakim agung juga mau di maki? Kita sebagai aparat penegak hukum perlihatkan kepada masyarakat bagaimana menegakkan hukum dengan cara yang tidak melanggar hukum atau aturan, argumentasi hukum lawannya argumentasi hukum,” terangnya.
Sebagai penutup dalam keterangan tertulisnya, Nasruddin mengungkapkan bahwa di kejaksaan masih banyak jaksa yang profesional dan cerdas.
“Jadilah aparat penegak hukum yg profesional, kalau tidak senang dengan pengadilan ganti saja jaksanya, di kejati dan kejari masih banyak jaksa yang cerdas dan santun, ada pak Malino, pak Tajudin, pak Rahmat, ada Kasi Intel dan Pidsus Kejari Kendari,” tutup Nasruddin.
Reporter: Chandra Saputra