LS, Konsel – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Pemerhati Hukum Kota Kendari menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kejaksaan Negeri Kendari, Kamis (16/11/2023).
Mereka mendesak Kejaksaan Negeri Kendari untuk melakukan tindakan atas kelakuan oknum Jaksa Penuntut Umum yang melakukan tindakan arogansi dalam sidang pemeriksaan saksi dengan perkara Nomor 26/Pid.Pus-TPK/2023/PN Kdi pada hari Rabu, 15 November 2023.
“Kami minta Kejaksaan Negeri Kendari untuk melakukan tindakan atas perilaku Jaksa Penuntut Umum yang telah menjatuhkan marwah peradilan,” teriak Jenderal Lapangan Masyhur pada saat menyampaikan orasi.
Dalam aksi itu pendemo menilai tindakan Jaksa Penuntut Umum dalam ruang sidang dengan menendang pintu ruang sidang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan terhadap penyelenggaran peradilan (Contempt of Court) hal tersebut sebagai diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mereka menduga Jaksa Penuntut Umum sebenarnya sudah tidak dapat lagi mempertahankan dalil-dalilnya karena proses pembuktian dalam persidangan tersebut semakin menerangkan fakta-fakta yang sebenarnya, sehingga melakukan tindakan yang anarkis.
Tindakan itu, kata mahasiswa, telah mencederai marwan peradilan padahal seharusnya JPU fokus mengikuti dan memperkuat dalil-dalil atas dakwaannya. Karena dalam perkara pidana kita kenal asas “In criminalibus, probationes bedent esse luce clariores” yang atinya “Dalam perkara pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya”.
Dalam proses pembuktian perkara dengan terdakwa mantan Walikota Kendari tersebut, mereka menilai majelis hakim telah memberikan kesempatan yang sama, baik kepada pihak JPU maupun terdakwa dalam rangka menimbulkan keyakinan hakim dengan fakta-fakta yang ada.
Masyhur yang juga sebagai Mahasiswa Hukum Tata Negara di IAIN Kendari menerangkan gelagat Jaksa Penuntut Umum mengindikasikan sedang menunda-nunda kepastian hukum, padahal dalam sistem peradilan di Indonesia menganut asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Hal tersebut bertujuan demi terciptanya peradilan yang efektif dan efisien.
“Kami mendesak Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tersebut untuk tidak melupakan apa yang menjadi asas peradilan yang ada dalam sistem peradilan di Indonesia,” beber Masyhur.
Mereka juga menuding tuduhan jaksa terhadap majelis hakim merupakan tuduhan yang tidak berdasar, cenderung ingin mengintervensi hakim dan menghalangi proses persidangan yang akan memasuki tahap pembacaan tuntutan tersebut.
Indikasi itu semakin kuat, kata mahasiswa, karena lima JPU tersebut yakni Edwin Beslar, Muhammad Yusran, Ari Rahael, Anita Daud dan Zainuddin memilih meninggalkan ruang sidang setelah meminta majelis hakim diganti untuk perkara korupsi PT Midi Utama Indonesia (MUI). Mereka juga menyatakan tak akan mengikuti sidang ketika majelis hakim belum diganti.
“Kami menduga Jaksa Cenderung ingin menghalang-halangi proses peradilan yang sedang berlangsung saat ini,” jelasnya.
Reporter: Laode Sunandar