Heriyanto (kemeja putih pegang mic) saat berorasi di kantor Dinas PUTR Konsel
LS, KONSEL – Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam KLPP (Konsorsium Lembaga Pemerhati Pembangunan) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) melakukan aksi unjuk rasa di perempatan simpang Capil hingga ke kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Konsel, Senin (9/01/2024)
Koordinator Lapangan (KORLAP) Heriyanto,. S.sos.,SH menyampaikan dalam orasinya, menuding adanya dugaan indikasi korupsi terhadap pihak rekanan perusahaan pemenang tender CV. BANGUNAN SARANA PERKASA bersama oknum Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) melalui Bidang Cipta Karya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), terkait pembangunan Broncaptering yang ada di Desa Waworano, Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dengan nilai proyek yang menelan anggaran Rp 929.702.000 (Sembilan Ratus Dua Puluh Sembilan Juta Tuju Ratus Dua Ribu Rupiah).
Setelah berorasi di perempatan Capil, selanjutnya massa aksi bergegas menuju ke Kantor Dinas PUTR.
Dikesempatan yang sama pria sapaan Bung Her kembali menyampaikan orasinya lanjut dia,” Penegakan supremasi hukum dan pengawasan di negeri ini merupakan hal yang mutlak terkhusus pekerjaan pembuatan Broncaptering yang ada di Desa Waworano, Kecamatan Kolono, bertujuan agar seluruh masyarakat mendapatkan air bersih, sehingga dibangunlah sebuah sarana yang disebut Broncaptering melalui Dinas PUTR Bidang Cipta Karya. Namun sayangnya proses tersebut menuai permasalahan secara teknis yang mana tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, karena lalainya proses pengawasan dari dinas,” ungkap Heriyanto dengan tegas.
Heriyanto menambahkan, lebih parahnya lagi proyek tersebut dapat dicairkan anggarannya 100 persen tanpa melalui tahapan PHO dan serah terima proyek.
“Kami menduga adanya kongkalikong antara pihak rekanan dengan pihak pengawas dan Dinas PUTR untuk memuluskan pencairan anggaran 100 persen tanpa melalui proses Provisional Hand Over (PHO). Sehingga diduga kuat pihak Dinas PUTR tidak memeriksa terlebih dahulu pekerjaan tersebut sudah sesuai atau belum dan langsung mengeluarkan SP2D untuk pencairan anggaran,” ungkap pemuda tampan pendek Heriyanto.
Heriyanto mengungkapkan bahwa berdasarkan investigasi di lapangan, pekerjaan Broncaptering tersebut telah terjadi dua kontruksi kerja, karena terdapat 2 aliran pipa yang berbeda. Satu pipa tersambung di bak utama dan merupakan pipa baru dibeli serta memenuhi standar SNI. Sedangkan satu pipa lainnya hanya menempel di bak utama dan terlihat merupakan pipa bekas.
“Saat kami temui pemborong atau pihak pekerja di lokasi pekerjaan, ia mengaku yang pertama mendapatkan pekerjaan tersebut dengan menggunakan perusahaan CV BSP sebagai pemenang tender. Setelah ia lakukan pekerjaan dengan membuat bak utama serta pemasangan pipa, tiba-tiba pihak PPK bersama salah seorang yang menurut pihak PPK adalah suruhan dari pemilik perusahaan untuk ambil alih pekerjaan dengan cara sepihak, tanpa adanya pembicaraan ataupun pemutusan kerja oleh pemilik perusahaan kepada saya. Sayapun tetap kerja secara profesional hingga akhirnya pekerjaan saya sudah selesai, namun hingga saat ini saya belum dibayar oleh pihak perusahaan.
Adapun pipa pipa tersebut diduga pesanan dari Dinas PUTR,” ujarnya.
Akibat dari tindakan ambil alih secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan membuat pekerjaan Broncaptering itu menjadi dua kontruksi.
Parahnya lagi, setelah perusahaan mencairkan uang 100 persen, pemborong yang telah menyelesaikan pekerjaan dari awal belum juga dibayarkan oleh perusahaan CV. BSP.
“Proyek ini diduga penuh masalah dan cacat kontruksi. Dari hasil investigasi kami di lapangan, terdapat dua kontruksi yang berbeda dalam satu pekerjaan. Dugaan kuat kami ada permainan yang dilakukan oleh Dinas PUTR untuk mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut,” ucap Heri.
(Is One)