KABUPATEN BOMBANA – lintangsultra.com Praktik pertambangan yang baik dan benar atau good mining practice (GMP) selalu menjadi harapan masyarakat semua pihak
Namun harapan tersebut berbalik menjadi kekecewaan dan kegelisahan.
akibat mengabaikan kaidah – kaidah pertambangan yang baik.
Organisasi Satya Bumi, sebulan yang lalu telah merilis hasil risetnya terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dalam riset tersebut, Satya Bumi memotret 10 perusahaan di Pulau Kabaena yang diduga terlibat dalam aksi pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan.
Kini dirasakan oleh warga masyarakat Pulau Kabaena, yang mengharapkan sumber pencaharian mereka pertanian dan nelayan.
keresahan warga mulai bermunculan, pertanian sudah tidak menghasilkan, sejumlah tanaman berlahan banyak yang mati,
diduga akibat aktivitas tambang yang kurang memperhatikan aspek lingkungan.
Yasmin warga yang memiliki lahan pertanian di Desa Pongkalaero, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana. saat ditemui crew wartawan media lintangsultra.com, mengungkapkan kesedihannya, tanaman jambu mete dan kelapa miliknya sudah tidak produktif lagi bahkan sebagian besar mati akibat banjir lumpur dari aktivitas pertambangan yang menggenangi lahannya.
Menurut Yusmin, sejak hadirnya perusahaan, akan menjadi bencana bagi warga. puluhan hektar lahan milik warga di Desa Pongakalaero, gagal panen serta mati diakibatkan Lumpur yang mengenangi.
Pada tahun 2012 PT. Tekonindo, perusahaan yang bergerak bidang pertambangan nikel, mulai ber operasi hingga
ditahun 2021 terjadi banjir lumpur puluhan hektar lahan warga terendam banjir lumpur hingga banyak pohon kelapa dan jambu mete mati.
“Lahan saya ada sekitar 6 hektar yang terdampak banjir lumpur.
kami duga bencana ini akibat aktivitas PT Tekonindo. kejadiannya sejak tahun 2021 kalau keseluruhan lahan petani yang terdampak sekitar puluhan hektar”,ungkap Yusmin
Yusmin juga menjelaskan bahwa selama beraktivitas, PT Tekonindo diduga tidak memperhatikan kaidah-kaidah penambangan yang baik dan benar khususnya dalam proses land clearing atau pembersihan lahan dan stripping top soil atau pengupasan lapisan atas tanah serta penempatan ore nikel yang mana material tersebut diletakkan dekat dengan daerah aliran sungai (DAS).
Sehingga, ketika terjadi hujan lebat mengakibatkan banjir yang membawa material land clearing dan stripping top soil serta ore nikel yang berdampak terhadap tanaman masyarakat yang ada di sepanjang aliran sungai tersebut.
“Lumpur dan material lainnya menutupi lahan kebun kami sehingga tanaman kami terendam banjir dan lumpur serta material lainnya yang mengakibatkan tanaman kami mengalami kematian hingga saat ini. Bahkan lahan kebun kami menjadi DAS baru dan DAS lama mengalami pendangkalan pengeringan”, terang Yusmin.
Yusmin mengaku telah beberapa kali mengadu dan berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk meminta ganti rugi atas lahan dan tanaman yang rusak akibat banjir lumpur, namun PT Tekonindo selaku pemilik IUP hanya memberikan janji manis dan sampai saat ini belum ada kepastian ganti rugi.
“Saya sudah berkali-kali berkomunikasi dan koordinasi dengan pihak perusahaan untuk minta ganti rugi, rapi dari pihak perusahaan selalu berjanji dan katanya masih menunggu keputusan pimpinan perusahaan, tapi sampai saat ini belum ada ganti rugi”, tukasnya.
Menanggapi keluhan petani di Pulau Kabaena itu, Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAPaK) mengecam dan mengutuk keras aktivitas PT Tekonindo yang diduga menjadi penyebab banjir lumpur di Desa Pongkalaero.
“Jika ini benar akibat ulah PT Tekonindo maka pihak perusahaan harus segera bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi kepada para petani yang lahannya terdampak dan tanamannya mati”, tegas Pemrin selaku Pimpinan LAPaK.
Pemrin juga menegaskan bahwa jika PT Tekonindo tidak segera bertanggung jawab maka pihaknya akan melakukan aksi demontrasi besar-besaran dan memboikot semua aktivitas perusahaan.
“Pihak perusahaan harus secepatnya memberikan ganti rugi kepada petani, kalau tidak maka kami akan melakukan aksi besar-besaran dalam waktu dekat ini”, tegasnya.
Sebelumnya, dalam riset yang dilakukan Satya Bumi yang berfokus pada kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena, PT Tekonindo masuk dalam daftar 10 perusahaan yang diduga pernah melakukan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan.
Dimana, dalam riset tersebut PT Tekonindo diduga tidak melakukan reklamasi (bekas galian masih terlihat dari pemantauan melalui citra satelit dan drone di lapangan) dan melakukan kegiatan yang tidak sesuai izin.
Selain itu, PT Tekonindo diduga kuat tidak memiliki izin pembuangan air limbah dan sama sekali tidak melakukan pengelolaan air limbah, sehingga menyebabkan banjir yang merendam puluhan rumah warga.
“Hingga berita ini Diterbitkan, pihak media belum terkonfirmasi dengan pihak perusahaan.
Is One